KARAKTER MORAL & KINERJA  SEORANG JENDERAL SOEDIRMAN

KARAKTER MORAL & KINERJA SEORANG JENDERAL SOEDIRMAN

Oleh : Drs. H. Nur Alam, MA (Ketua Dikdasmen Yasma PB Soedirman)

Sejak awal, para pendiri yayasan ini menggunakan nama Panglima Besar Jenderal Soedirman untuk sekolah-sekolah yang berada dalam binaannya. Mulai dari KB/TK, SD, SMP, SMA dan SMK, dengan penambahan ‘Islam’ yang khas di belakangnya. Penamaan ini tidak asal-asalan, tapi memiliki pesan dan nilai aqidah yang murni dalam berda’wah, di mana lingkungan sekitar Cijantung ketika itu dikenal sebagai daerah ‘merah’ atau basisnya PKI. Di samping itu, ada keinginan kuat untuk meneladani karakter Jenderal Soedirman yang dikenal sebagai seorang Jenderal Muslim yang sangat taat beribadah.

Selain itu, Jenderal Soedirman adalah seorang santri, aktif menjadi pandu (pramuka) Hizbul Wathan, pernah menjadi guru sekolah Muhammadiyah, kemudian kepala sekolah. Maka tak heran, kalau sebagian orang memanggil beliau pak Dir, sebagian lainnya lagi memanggil beliau Kyai, yaitu Kyai Soedirman.

Pak Dirman (panggilan akrabnya) sangat dekat dengan rakyat, dalam setiap perjuangan selalu disambut oleh rakyat. Dan hal ini mengingatkan kita bahwa TNI adalah anak kandung rakyat. TNI berasal dari rakyat dan untuk rakyat. Bersatunya TNI dengan rakyat merupakan kekuatan yang luar biasa.

INFO PPDB 2019-2020

Dalam kondisi sakit paru-parunya, beliau tetap berjuang memimpin pasukan gerilya untuk menunjukkan kepada seluruh dunia, bahwa Indonesia tetap ada dan berdaulat, sehingga semangat pengorbanan dan spirit perjuangan Jenderal Soedirman bisa mematri di hati sanubari seluruh rakyat dan prajurit TNI agar pantang menyerah di manapun mereka berjuang menumpas penjajah.

Tiga musuh Jenderal Soedirman yang abadi selama dalam perang gerilyanya adalah Belanda, Inggris dan PKI. Pasukan penjajah dan penghianat bangsa itu memang bersumpah akan menangkap pak Dirman (sapaan Jenderal Soedirman), hidup atau mati, apapun caranya. Tapi semua usaha mereka sia-sia dan gagal total, pak Dirman muda tetap aman dan selamat dari semua rencana makar mereka.

Dari peristiwa tersebut membuat pengawalnya, yaitu Tjokropranolo dan Supardjo Rustam (keduanya menjadi jenderal juga), bertanya karena rasa penasarannya. Apa rahasia semua ini? Kemudian akhirnya terungkaplah misteri tersebut. Ternyata ada 3 pesan moral yang menjadikan beliau tidak pernah tersentuh oleh tangan-tangan kotor penjajah, yaitu :
1. tidak pernah lepas dari bersuci, di manapun berada selalu mensucikan diri dengan berwudhu’.
2. shalat tepat waktu dan berzikir.
3. ikhlash dalam beramal. Bukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, institusi., apalagi partai/golongan, tetapi untuk ummat dan rakyat indonesia.

Pertama, karakter orang berwudhu adalah suci dari hadats besar dan kecil, sehingga pikiran, ucapan dan perbuatannya ada dalam bimbingan Allah SWT. Kedua, karakter shalat tepat waktu dan berdzikir adalah hidup yang disiplin dan membenci perbuatan keji lagi munkar serta tidak melupakan Allah dalam kondisi apapun. Ketiga, karakter ikhlash adalah yang menjadikan semua tupoksi kita ringan dan jauh dari godaan syetan dan syahwat duniawi.

Semoga tiga pesan di atas dari Jenderal Soedirman ini sejatinya menjadi karakter moral dan kinerja bagi seluruh keluarga besar (pimpinan, dosen, guru, karyawan dan peserta didik) Yayasan Masjid PB. Soedirman, Cijantung dan Bekasi dalam aktivitas kesehariannya. Wallahu A’lam bish Shawwab.

(Dipersembahkan untuk Milad ke-104, Panglima Besar Jenderal Soedirman)